Keep Striving

Long time no see, blogger :) I’ve finally come back after my first three days studying as a twelfth grader -______- Being a twelfth grader, sometimes makes me sick, either mentally or physically :( Today I’m going to blab in Bahasa (and a little English). It would be easier for me to convey all my heavy feelings in Bahasa.

So yesterday, I cried during the night. I had a dilemma. No. It’s supposed to be QUATRILEMMA. I was totally GALAU last night. What’s for? I have confusion in whether I take the TOEFL iBT Course or not. Serius, kemarin saya sampai nangis-nangis mewek gak jelas sewaktu diminta mutusin apakah melanjutkan les TOEFL atau nggak. Kenapa saya galau? Masalahnya untuk melanjutkan les itu butuh 5,4 juta untuk 6 bulan! Bayangin dong, ini les selesainya Januari dan baru akan REAL TEST kemungkinan antara bulan Februari sampai Maret. IT’S TOO LONG! Apakah gak kelamaan? Yang ada semua uni luar juga udah selesai buka pendaftarannya~ Udah gitu gak ada jaminan langsung tes benerannya lagi -____- yang ada duitnya diporotin mulu :( Aside from that, I also didn’t like the atmosphere of the previous class. Saya berasa di-anaktiri-kan di situ. Yang diperhatiin selalu yang pinter. Gimana yang kurang mau maju coba kalau gitu. (Lagian yang udah pinter dan nilainya tinggi ngapain les sih? Gak bijaksana banget, buang-buang duit orangtua :()

Nah, gara-gara galau kemarin, sekarang saya jadi takut dan pesimis. For me, it sounds like… SHOULD I JUST GIVE UP ON MY DREAMS TO STUDY ABROAD AND DECIDE TO STAY HERE, IN INDONESIA? Mikirin beginian cuman bikin saya nangis. Sekolah/kuliah ke luar negeri memang sudah jadi impian saya sejak kecil. Sejauh ini saya sudah gagal sekali. Waktu mau meng-apply beasiswa SMA ke Singapura. Tapi, kemarin papa bilang, “Walaupun kamu misalnya nanti bener-bener dapet beasiswa di luar negeri yang full gratis, papa gak yakin bisa biayain kamu untuk hidup sehari-harinya.” Bagaimana rasanya? For the hundred times of my life, saya merasakan lagi gimana mimpi yang sudah saya bangun sejak lama terlihat mau runtuh dan hancur berkeping-keping begitu saja. Seperti Uno-stacko. Saya gak nyalahin kenapa saya dilahirkan dengan orang tua yang kemampuan finansialnya pas-pasan kok. Bukan itu. Di sisi lain, saya ingin sekali mewujudkan mimpi saya, tapi di sisi lain, saya juga kasihan dengan orang tua. Sudah terlalu banyak beban pengeluaran saya yang harus ditanggung mereka sampai saya sebesar ini :( Saya ingin membanggakan papa sekaligus meringankan bebannya (but how?). Bersyukurlah kalian yang orang tuanya mampu biayain sekolah kalian hingga ke luar negeri dengan uang sendiri. Kalian tinggal milih sesuka hati mau universitas di mana, jurusan apa dan selesailah perkara.

Up till now, I have been thinking about my dad’s words last night. Mungkin saya harus sadar dengan realita yang ada ya. Kalaupun saya dapet beasiswa ke luar, apakah papa mampu biayain untuk biaya hidup sehari-hari? Tapi… rasanya saya masih tak bisa terima. Mungkin bener sih if people said, “Jangan berharap terlalu tinggi, nanti kalau jatuh malah sakit banget.”

Back to the TOEFL iBT course matter, I have come with a decision: I WON’T TAKE THAT CLASS, SINCE IT WAS SUCH A WASTE OF TIME + MONEY. If we take the real test, it needs only $170 (much cheaper right than have to attend the class?) Moreover, sekarang saya udah kelas 12. Setiap hari pulang jam 15.30 and I have decided not to burden myself with too much courses. I don’t join Student Assembly during High School (that’s a hard decision, of course) or any extracurricular activities this year. For now, saya cuma ikut les Mafia. Itu pun waktunya fleksibel, sesuka saya. Now, it’s time to be more focused on subjects in the school. I don’t want to be bothered with that course which has a tendency to waste my time and money. I don’t say that TOEFL Course is useless. NO. I can study TOEFL iBT by myself and then take the real test. I hope the result later won’t be that bad. At least I have to reach 81 points :s

Yah… jadi hal-hal semacam itulah yang suka bikin saya galau sekarang. Nangis mewek di kamar malem-malem. Kalau beberapa teman saya galaunya karena cowok, saya justru galau dengan pilihan-pilihan hidup yang kadang sangat beresiko untuk hidup saya ke depannya. I’m 17 going to 18 this September. People said I’ve already entered USIA PANIK zone. I’m still single (and very happy XD) I have no time to get into such a relationship, literally. Temen cowok saya selama SMA aja cuman bisa diitung pake jari, gimana mau cepet dapet pacar coba sih? Lagian, saya sudah punya pacar kok. Banyak malah. Bisa ganti-ganti tiap hari :P (Thanks to JE Boys)

OK, I should end this post, very soon before the topic extent into some unrelated and unimportant things :P

Once again, tentang mimpi-mimpi itu (yang akhir-akhir ini kelihatannya makin rapuh dan siap hancur seperit Uno Stacko). I will keep striving for my dreams, till the end :) Like St. Angela’s said, “Bertekun dan Maju Sampai Akhir” (Y) I do believe, with God’s guidance, everything will go well. I believe that God has already made the best plan for me.







Comments

  1. Eugenia, kenapa gak coba kuliah di Indonesia dulu?
    Toh univ di Indonesia gak jelek :)
    Kalo saya liat2, kamu bisa masuk UI, kemungkinannya besar bgt.
    Nanti setelah kamu lulus S1 dari UI, kesempatan utk S2 di luar negeri dengan full beasiswa besar bgt, krn UI punya link yg luas kan.
    Hehe best of luck ya! :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengalaman Tes PwC Indonesia - Risk Assurance Division

Pengalaman Seleksi Beswan Djarum 2014/2015 Jakarta

20 Alasan Kenapa Kamu Harus Jadi Beswan Djarum