Nation Building Beswan Djarum 2014/2015 - Part 3 : Cultural Visit ke Kota Kudus
Bagian sebelumnya dapat dibaca di sini - PART 2
Hari ini kami semua meninggalkan latihan dan akan melakukan cultural visit ke kota Kudus yang berjarak 1,5 jam dari Semarang. Beware karena post ini bakalan full of photos hehe. Lokasi pertama yang kami datangi adalah PT Djarum Pusat yang merupakan tempat produksi SKT (Sigaret Kretek Tangan) alias pembuatan rokok kretek secara manual alias dilinting dengan menggunakan tangan.
Sayang banget rokok yang saya linting sendiri itu gak boleh dibawa pulang :( Padahal pengen dipigurain buat kenang-kenangan *apa banget ini* haha
It’s day 5 already! Pagi-pagi saya bersama 2 roommates saya ternyata bangun kepagian. Kami bangun dan mulai bersiap-siap dari jam setengah 4 pagi! Dan sampai paling pertama di restoran jam 5 pagi! Matahari pun masih malu-malu memunculkan semburat kemerahannya. Kebayang deh itu restoran hotel masih gelap dan sunyi. Alhasil kami pun selfie-selfie dulu deh di luar restoran.
Yang penting selfie |
Penampakan sosis super nikmat yang dimakan tiap pagi di hotel |
Di hari Senin ini sebagian besar teman-teman saya suaranya habis gara-gara semalam heboh nge-disko haha. Obat Strepcils pun jadi sasaran empuk.Untungnya suara saya sih masih baik-baik aja haha :D Karena saya gak teriak-teriak heboh semalam.
Hari ini kami semua meninggalkan latihan dan akan melakukan cultural visit ke kota Kudus yang berjarak 1,5 jam dari Semarang. Beware karena post ini bakalan full of photos hehe. Lokasi pertama yang kami datangi adalah PT Djarum Pusat yang merupakan tempat produksi SKT (Sigaret Kretek Tangan) alias pembuatan rokok kretek secara manual alias dilinting dengan menggunakan tangan.
Di situ kami mencoba untuk melinting rokok kretek sendiri loh! Saya pun tak ketinggalan ikut mencoba melinting.
Hasilnya not bad lah ya untuk seorang amatir seperti saya. Fyi, di pabrik itu sekitar 5.000 pekerjanya semuanya adalah perempuan, loh! Dari tangan-tangan terampil mereka dalam sehari bisa dihasilkan 4.000 batan grokok per orang! Nah, sedangkan untuk upahnya sendiri, per 1.000 batang rokok dihargai Rp 18.500. Jadi kalian bisa hitung sendiri berapa upah yang diterima pekerja dalam sehari.
Dalam 20 detik aja ibu ini bisa linting 3-5 batang rokok!
Yang ini ibu-ibu yang bertugas untuk mengepak rokok-rokok yang sudah dilinting
Sayang banget rokok yang saya linting sendiri itu gak boleh dibawa pulang :( Padahal pengen dipigurain buat kenang-kenangan *apa banget ini* haha
Setelahnya kami melanjutkan perjalanan menuju Djarum Oasis yang terdiri dari 70% taman dan 30% pabrik. Oasis Djarum ini sangaatt luas. Kalau tidak salah luasnya sekitar 82 hektar. Kami pun diajak berkeliling-keliling ke taman itu. Di sini juga banyak terdapat replika-replika patung yang menggambarkan berbagai program CSR Djarum yang dikelompokkan ke dalam plaza-plaza. Sayang saya gak sempat foto sama replika piala Thomas, piala Sudirman, dll. karena waktunya terbatas.
Yang ini Plaza Djarum Bakti Olahraga, kelihatan kan itu replika piala-pialanya |
Ada juga bongkahan batu seberat 20 ton yang ternyata merupakan magma hasil letusan Gunung Merapi yang telah membeku. Nah, ini dia fotonya :
Selain itu juga terdapat pengolahan air kotor menjadi air bersih dan pengolahan pupuk kompos dari lumpur yang terdapat pada air yang kotor tersebut.
Oh ya, di Djarum Oasis ini kami juga diperkenalkan dengan program Djarum Foundation lainnya yaitu Djarum Trees for Life. Mungkin sebagian dari kalian sudah familiar dengan program ini. Djarum Trees for Life adalah program CSR Djarum untuk bidang lingkungan di mana sasarannya adalah untuk menanam pohon trembesi di sepanjang jalur Pantura dari Merak hingga ke Surabaya yang panjangnya mencapai 1.350 km. Ada yang tahu gak sih kenapa pohon trembesi yang dipilih? Kenapa gak pohon jenis lain aja?
Biji pohon trembesinya saudara-saudara :) |
Hal ini dikarenakan pohon trembesi memiliki sejumlah karakteristik yang menjadikannya sangat cocok untuk ditanam di sepanjang jalur Pantura. Pertama, trembesi ini tergolong ke dalam kelompok Leguminosae alias kacang-kacangan. Kedua, dahannya sangat kuat dan tidak mudah patah. Ketiga, trembesi dapat ditanam di segala jenis tanah serta tidak perlu banyak sinar matahari. Keempat, dalam waktu 3 tahun, trembesi sudah dapat tumbuh besar. Dan yang kelima, yang paling kece, trembesi dapat menyejukkan udara karena dapat menurunkan suhu hingga 3-4 derajat! Trembesi pun mampu menyerap karbondioksida sampai sebanyak 28,5 ton per tahun!
Sebelum beranjak ke tempat lain, di taman ini tiap Beswan diberikan gratis satu kantong pupuk kompos hasil pengolahan lumpur kotor. YES!
Perjalanan pun dilanjutkan ke Menara Masjid Kudus. Di situ selain berfoto-foto di depan menaranya, kami juga melepas alas kaki dan masuk ke dalam masjid. Ternyata di dalam suasananya ramai sekali karena sedang banyak peziarah yang berdoa. Masjid Kudus merupakan peninggalan dari Sunan Kudus yang dibangun pada tahun 1549, di mana saat itu agama Hindu merupakan agama mayoritas di Kudus. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu; which is menggambarkan toleransi banget ya gak? Pada saat ini, masjid ini biasanya menjadi pusat keramaian pada festival dhandhangan yang diadakan warga Kudus untuk menyambut bulan Ramadan. Di sekitaran Masjid Kudus ini saya dan teman-teman membeli oleh-oleh khas kota Kudus seperti jenang Kudus juga rengginang.
Pardon my face hehe |
Karena waktunya sangat terbatas yakni 30 menit, alhasil kami harus lari-larian balik ke bus agar tidak ditinggal. Di sini gak main-main loh, kalau kita telat sedikit saja, yang ada kita bakalan ditinggal dan disuruh naik taksi atau ojek sendiri ketempat berikutnya.
Tempat terakhir yang kami kunjungi di Kudus adalah GOR PB Djarum, tempat di mana para atlet bulu tangkis kebanggaan kita seperti Lilyana Natsir, Tontowi Ahmad dan para legenda seperti Liem Swie King berlatih. GORnya sih kece abislah. Di dalam GOR ternyata sudah disiapkan peralatan untuk membatik. Jadi agenda hari ini kita para Beswan akan belajar membatik!
Arena membatik di GOR PB Djarum |
Batik limited edition yang kami buat ini ternyata adalah batik khas Bali. Buat saya, ini bukan pertama kalinya membatik. Waktu SMA saya juga pernah membatik. Tapi ya itu… gak jago-jago ngebatiklah tetep. Hasilnya malamnya menetes di sana sini karena sewaktu mencelupkan malam, saya gak meniup dulu cantingnya, langsung asal hajar. Gak rapi deh pokoknya. Agak menyesal sih kenapa saya buru-buru bikinnya sementara yang lain pada woles-santai gitu haha.
Ini dia hasil membatik saya yang super berantakan haha |
Foto dulu di Hall of Fame |
Di depan GOR PB Djarum |
Sepulang dari cultural visit, sekitar jam 4 sore acara dilanjutkan dengan run-through 1 dan 2 alias gladi kotor Malam Dharma Puruhita. Capek sih tapi mau gimana lagi. Lelah hari itu terbayar dengan istirahat lebih awal di hotel. Can’t be more excited knowing that tomorrow we’re gonna perform Malam Dharma Puruhita!
Just wanted to say Hello.
ReplyDelete